Terlepas dari pro dan kontra soal keputusan Hodgson tersebut, para punggawa Inggris tampak antusias menatap Piala Dunia 2014. Sudah enam kali the Three Lions harus angkat koper dari ajang Piala Dunia dan Piala Eropa lantaran kalah adu penalti. ESKI memiliki kompetisi yang disebutsebut sebagai yang terbaik di dunia, kenyataaannya Inggris tidak pernah bisa berprestasi di turnamen besar. Satu-satunya prestasi terbaik mereka yakni menjadi juara Piala Dunia pada 1966 silam.
Itu pun saat mereka menjadi tuan rumah. Di Piala Eropa, prestasi terbaik tim �Tiga Singa� hanya menjadi semi? nalis, yakni pada 1996. Kegagalan demi kegagalan yang menyertai perjalanan timnas negeri Ratu Elizabeth di turnamen major itu pada akhirnya memunculkan berbagai argumen. Yang mencuat ialah mulai kompetisi yang dinilai terlalu padat sehingga para pemain keletihan dan rentan saban kali tampil di Piala Dunia, terlalu banyaknya pemain asing yang merumput di Liga Primer sehingga mengecilkan peluang pemain asli Inggris tampil di klub, sampai nasib sial yang selalu menaungi �Tiga Singa�.
Yang terakhir ialah kutukan adu tendangan penalti. Dalam beberapa kesempatan, kegagalan Inggris di turnamen utama memang selalu terjadi setelah kalah adu penalti. Tercatat sudah enam kali the Three Lions harus angkat koper dari ajang Piala Dunia dan Piala Eropa lantaran kalah adu penalti.
Sebaliknya, hanya sekali mereka menang adu penalti semenjak 1990 silam, yakni saat menyingkir
kan Spanyol di Piala Eropa 1996.
Kekalahan terakhir Inggris akibat penalti terjadi di perempat final Piala Eropa 2012. Kala itu �Tiga Singa� takluk 2-4 dari Italia dalam adu tendangan dari jarak 12 meter. Rangkaian kegagalan �Tiga Singa� dalam adu tendangan penalti di turnamen besar pada akhirnya memang menumbuhkan trauma tersendiri bagi masyarakat Inggris. Sampai-sampai legenda Inggris Alan Shearer menyarankan arsitek Inggris Roy Hodgson agar memanggil Rickie Lambert (Southampton). Menurut Shearer, Lambert bisa diandalkan untuk mengeksekusi hadiah penalti dan sekaligus bisa menjadi pelapis Wayne Rooney. Bukan itu saja. Hodgson juga disarankan agar melibatkan psikolog bernama Dr Steve Peters untuk membantu para pemain saat menghadapi adu penalti.
Namun, alih-alih memikirkan soal adu tendangan penalti tersebut, mantan arsitek Liverpool itu lebih suka bicara peluang timnya di Brasil nanti. �Saya perlu mengatakan masalah penalti membuat saya bosan. Saya tak akan memberikan banyak perhatian terhadap soal itu sampai kami lolos dari fase grup,� tegas Hodgson. �Tentu, kami akan berlatih (tendangan penalti), seperti yang dilakukan tim-tim lain. Namun, menurut saya, secara psikologis, obsesi kami soal penalti hanya akan berdampak negatif,� imbuhnya. sumber/R-1) Media Indonesia, 20/05/2014, hal 12.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar